Posisi Indonesia sebagai kekuatan maritim dipertahankan oleh 1,2 juta pelautnya. Mereka mengelola kapal-kapal komersial besar dan juga kapal-kapal nelayan lokal, dan sangat penting bagi kesejahteraan dan jaringan transportasi negara. Seiring dengan pergerakan Indonesia menuju visi Indonesia Emas 2045, pemerintah menargetkan untuk meningkatkan kontribusi PDB sektor maritim dari 7,9% menjadi 15%. Hal ini menjadikan digitalisasi sebagai prioritas penting bagi negara.
Saat ini, industri maritim Indonesia sedang mengalami fase transformatif, yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi. Namun, terlepas dari efisiensi perdagangan dan logistik, transformasi digital sekarang berdampak pada kesejahteraan mereka yang berada di laut.
Jejak Maritim Indonesia yang Terus Meluas
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah maritim Indonesia membentang seluas 5,8 juta kilometer persegi, menghubungkan lebih dari 17.000 pulau. Ribuan kapal berbendera domestik dan internasional beroperasi di wilayah geografis yang terpecah-pecah, yang membuat komunikasi yang andal menjadi tantangan yang signifikan bagi keselamatan dan operasi.
Namun, pembangunan maritim sekarang lebih dari sekadar kapal dan pelabuhan. Hal ini harus mencakup melengkapi para pelaut dengan konektivitas berkecepatan tinggi dan dapat diandalkan untuk kesejahteraan dan dukungan mental mereka. Teknologi ini merupakan fondasi baru untuk produktivitas dan kehidupan di laut.
Tantangan yang Unik di Indonesia
Pelaut tidak lagi memandang internet sebagai sebuah kemewahan. Mereka mengharapkan kualitas akses yang sama dengan yang mereka nikmati di darat. Mereka ingin menelepon ke rumah, menggunakan media sosial, dan menikmati hiburan tanpa batas. Sebuah studi tahun 2024 yang dilakukan pada nelayan skala kecil di Indonesia juga menegaskan bahwa penggunaan internet meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidup. Terdapat hubungan yang jelas antara akses digital dan kesejahteraan, yang menyoroti bahwa konektivitas sama pentingnya dengan makanan atau istirahat bagi mereka yang bekerja di lepas pantai.
Tantangan lainnya adalah dampak psikologis dari rotasi yang panjang. Awak kapal Indonesia sering kali bekerja dengan kontrak yang lebih lama daripada rekan-rekan mereka di Eropa, menghabiskan waktu hingga 8 bulan jauh dari rumah, yang menyebabkan kelelahan dan keterasingan. Konektivitas yang buruk menambah stres ini.
90% awak kapal dalam survei SAFETY4SEA mengatakan bahwa akses internet membantu mereka menjaga hubungan dan mengurangi rasa kesepian. Mengatasi masalah ini sekarang menjadi penting untuk retensi talenta. Ketika awak kapal merasa didukung, mereka akan bertahan lebih lama dan berkinerja lebih baik.
Kesejahteraan sebagai Prioritas Regulasi
Indonesia, sebagai penandatangan Konvensi Ketenagakerjaan Maritim (MLC 2006), harus mematuhi standar internasional mengenai kondisi kehidupan dan pekerjaan di laut. Amandemen terbaru MLC, yang mulai berlaku pada 23 Desember 2024, secara resmi memasukkan akses internet sebagai bagian dari kesejahteraan pelaut. Pemilik kapal harus, sejauh dapat dipraktikkan secara wajar, menyediakan konektivitas sosial yang sesuai di atas kapal, dengan biaya apa pun yang dijaga pada tingkat yang wajar. Pembaruan ini memperkuat bahwa kesejahteraan awak kapal merupakan kewajiban moral dan kewajiban regulasi.
Garis Kehidupan Digital untuk Pelaut
Digitalisasi telah mendefinisikan ulang arti kesejahteraan awak kapal. Akses internet yang andal memungkinkan pelaut untuk tetap berhubungan dengan keluarga, mengakses layanan kesehatan, dan mempelajari keterampilan baru secara online. Menurut Indeks Kebahagiaan Pelaut untuk Kuartal 2 tahun 2025, skor untuk “kontak dengan keluarga” naik menjadi 7,75 dari 7,29, yang menunjukkan peningkatan yang stabil dalam komunikasi maritim global.
Revolusi Konektivitas dengan Starlink
Ketika layanan satelit Low Earth Orbit (LEO), seperti Starlink, tersedia di Indonesia pada tahun 2024, fase baru komunikasi maritim dimulai. Latensi rendah dan kecepatan tinggi Starlink telah mengubah apa yang mungkin dilakukan di laut. Jangkauannya kini meluas ke seluruh koridor pelayaran utama, menawarkan akses kepada kru kapal untuk melakukan panggilan video real-time, streaming, telemedicine, dan materi pelatihan.
Sebelum operator generasi baru memasuki pasar, tunjangan kesejahteraan yang umum di pasar Asia Pasifik berkisar antara 1 GB dan 2 GB per bulan. Saat ini, kapal yang terhubung ke Starlink menawarkan 5 GB ke atas.
Indonesia memainkan peran penting dalam perdagangan global dan operasinya di Selat Malaka yang vital, Selat Sunda, dan Kepulauan Indonesia yang luas. Untuk memodernisasi operasi armada dan mengamankan komunikasi di sepanjang jalur internasional dan domestik yang krusial ini, Starlink Maritime Portfolio menawarkan konektivitas yang hemat biaya, andal, dan berkecepatan tinggi.